Selasa, 01 Juni 2010




dan, biarlah hadiah terbaik untukmu dikirim langsung dari atas langit.. selamat hari lahir, han.

Sabtu, 29 Mei 2010

mimpi, harapan, atau perandaian?

Pulang ke rumah malam ini, tak lagi kujumpai sosokmu. Kita memang tak sering menghabiskan hari-hari bersama sepenuhnya,namun kesempatan semacam itu selalu meninggalkan kesan mendalam padaku.

Menyiapkan masakan untukmu (meski kadang jauh dari kelezatan hidanganmu yang biasa),menyetrika baju dan celana kesayanganmu, memijit tubuh lelahmu, mengecup keningmu sebelum tidur, membangunkanmu dari tidur, dan pernak-pernik keseharian lainnya adalah hal-hal yang selalu suka kulakukan untukmu.

Membuatku berangan sesaat, andai bisa kulakukan itu setiap hari..

Rabu, 26 Mei 2010

mistikal senja

ketika layang-layang sudah jauh menjelajah lazuardi
dan jangkar bahtera telah lama ditarik bersauh
maka jiwa mulai mencari-cari pijakan

ketika jingga mulai merayap perlahan, menyusupkan sensasi antarrasa
duduk menikmatinya selalu jadi pelipur
menyaksikan dua kala bersapa pisah
seperti merasa bahwa esok tak lagi menjelang

duduk bergeming dilipur langit berlembayung selalu terasa indah
seperti merotasi akan setiap memori yang menusuk
entah patah entah cinta

aku ingin menjelma menjadi sang penangkap senja
yang berburu senja dari satu kaki langit ke kaki langit yang lain
karena di setiap senja
kudapati
ingatan akanmu

ode atas angin

atas nama entah, semua memulakan janji bahkan serapah
tak peduli hitam itu hitam, putih itu putih
klan ketiga selalu mengambil posisi
abu-abu

caping gunung tak lagi jadi simbol
hanya simbolisasi yang sok proletarian
genjer tak lagi jadi ikon
hanya ikonisasi yang sok historian

tak ada isme yang sejati
seperti tak ada manusia yang sejati
jadi berhenti mengatasnamakan apapun yang profan
jika jiwa yang ada di dalamnya tetap saja masokis

bagiku,
darah juang tetaplah darah juang
tak peduli seberapa religius atau seberapa hedonisnya aku
tak peduli seberapa nasionalis atau seberapa sosialis aku

ketika aku berdiri dengan dua bilah tiang bendera berkibar di kedua tanganku,
bukan berarti aku amfibi
mengapa harus kanan
atau kiri
jika bisa menjadi keduanya
toh,
tuhan tetap sama

Senin, 24 Mei 2010

bungkus..

Sudah dipilih, sudah digarap (meski sedikit tak rapi), tinggal dibungkus. Hemm, sederhana saja idenya, semoga ia suka. Tahun pertama merayakan ini, grogi.

Selasa, 18 Mei 2010

hadiah, rencana, dan memilih



Masih lama, tapi harus mulai disiapkan. Bingung, ada banyak yang masuk dalam daftar pilihan. Dasar perempuan, selalu ribet dengan keinginan yang berlapis-lapis. Padahal barangkali yang bersangkutan akan menerima apa saja. Label cinta.

Ingin sesuatu yang membuatnya terlihat semakin memesona, ingin seseuatu yang melindunginya dari rintik dan terik, ingin sesuatu yang bisa menemaninya mengisi waktu antara, juga ingin sesuatu yang membuatnya mengenang.

Ah, terlalu banyak pilihan. Memulai saja apa yang terlintas. Semoga suka.

Senin, 17 Mei 2010

mantan, paparazzi, dan sejarah rumah baru



Aku datang di harimu, pertanda mari lanjutkan hidup masing-masing. Aku memilih, jadi silakan pula memilih. Jikalau pilihan kita tak bertemu di jalan, ya biarkan saja. Tak usah dipaksa agar aku selalu ada di hidupmu, seperti tak kupaksa kau untuk selalu menjadi objek-objek dalam frameku.

Lalu, mengapa kau kirim para pemburu berita itu? Yang dengan dalih masing-masing berupaya mengulitiku merah-merah. Apa gunanya bagimu? Selain kepuasan pribadi karena candu cooming out. Bahagiakah kau jika masing-masing mereka menebarkan cerita panas ini ke seluruh jejaring yang mengenalku sebagai yang tak tersentuh itu?

Kau memaksaku berganti rumah, aku tak suka. Tapi kau tak akan bisa memaksaku berganti jiwa. Aku bukan hibrida.

Fine, aku siap menerima semua konfirmasi antah-berantah itu. Tidak, jangan berpikir akan ada serangan fajar balasan dariku. Meski kau tau itu mudah saja kulakukan. Tapi aku adalah merah, yang suatu saat pasti akan terpantik nyalanya.

Kenapa tak saling menyimpan semua dalam memori saja. Aku sejarahmu, kau sejarahku. Selesai.

(image: ravy's doc)

Minggu, 16 Mei 2010

lari, takut, dan mimpi-mimpi



Siapa yang tak pernah berlari. Mereka pernah, ia pernah, aku pasti pernah. Melongok dari satu jendela ke jendela yang lain. Menjeblak tiap-tiap pintu kemungkinan. Berganti dari satu tumpangan ke tumpangan yang lain. Hanya untuk apa? Hanya demi mencari peluang tempat bersembunyi sesaat di balik batu karang di ujung samudera.

Padahal, dunia tak berujung pangkal. Terus saja mengendusi tepinya, paling-paling pijakan pertama yang akan menjadi akhirnya. Bola dunia.

Terus berlari? Lelah. Sama letihnya dengan mencoba mengurai satu persatu benang merah semua gulana nestapa angkara itu. Urai, lalu rajut lagi baju hangat yang baru. Beda motif, beda warna.

Bersabar, ingat mimpi-mimpi yang masih bergelayutan di balik pelangi, berbantal arakan awan.

Takut? Pasti. Dan, pada cintalah melarikan dekapan.

(image: ravy's doc)

hujan, demam, dan dekapan





Hujan sering tak bersahabat baik denganku. Seperti rintik tadi siang,yang segera saja berubah menderas tanpa kira-kira. Basah kuyup. Yah, semua terabaikan saat wajah pualam itu muncul di depan pintu (sebenarnya, pada awalnya ia menyembunyikan tubuh mungilnya di balik pintu, ckckck). Kuatatap ia penuh rindu. Kutarik hasrat untuk segera merasakan dekapnya, dan segera menyiapkan dua cangkir teh bergamont hangat. Menyesap berdua.

Selalu suka saat-saat bisa menyiapkan banyak hal untuknya, melakukan banyak hal baginya. Meski entah bermakna besar atau tidak, selalu berusaha tak ada salahnya bukan.

Damai, selalu ada, saat rengkuhan kecilnya menghangatkanku. Meski, sedihnya, selalu menyisakan sepi saat ekor mataku mengikutinya yang berlari kecil mengejar bus trans selepas kencan kecil kami.

Dan, demam pun melanda. Dalam arti yang sebenarnya. Selimut tebal, bantal bertumpuk, tak ada yang cukup.


(image: ravy's doc)